Awalnya tidak ada rencana pelepasan oleh pejabat di Lubuksikaping. Apa daya kedatangan tim jelajah terendus sehingga Wakil Bupati Kabupaten Pasaman yang berkantor di Lubuksikaping mengundang tim jelajah sebelum berangkat. Jadilah peserta mampir dulu yang berakibat berangkat lebih telat dari jadwal.

Belum begitu jauh dari tapal batas, sebuah kecelakaan melibatkan Pak Royke dan Bagus. Bermula dari ban depan sepeda Pak Royke menyenggol ban belakang Pak Daeng. Alhasil keseimbangan Pak Royke terganggu. Dari belakang Bagus ingin menyalip tapi malah nabrak. Gedubrak! Pak Royke jatuh menimpa Bagus yang membuat Bagus tak bisa melanjutkan perjalanan akibat tangan kanannya memar.

Sebelum itu salah seorang Srikandi mengalami muntah karena gangguan pencernaan. Karena kondisinya lemah, maka hari itu ia tidak gowes.

Etape kedua belas ini melalui hutan di Bukit Barisan. Jalanan meliak-liuk dengan hutan lebat di salah satu sisi dan jurang di sisi lain. Sementara begitu memasuki perkampungan rombongan bisa melihat cokelat yang dijemur di tepi jalan.

Kontur relatif datar menuju Bonjol, tempat pemberhentian pertama. Bonjol merupakan satu dari dua tempat di Indonesia yang memiliki tugu ekuator. Satunya lagi adalah Pontianak. Namun tugu di Bonjol lebih kecil. Setinggi kira-kira dua meter.

Cukup lama berhenti di Bonjol sebab ada penanaman pohon. Tak semua yang menanam, hanya beberapa peserta. Yang lain berfoto-foto ria di seputaran tugu atau Museum Tuanku Imam Bonjol. Di titik nol lintang ini ada garis lurus yang membagi lintang utara dan lintang selatan. Garis itu bertuliskan ‘I Am Crossing The Equator.’

I am crosing the equator

Dari Bonjol barulah kontur menanjak menuju Bukittinggi yang berada di elevasi sekitar 800 mdpl. Menanjak berkelak-kelok khas perbukitan. Regrouping dilakukan dalam jarak yang lebih dekat. Motoris mondar-mandir mendorong peserta yang kepayahan. Truk atau kendaraan bak terbuka yang lewat dimanfaatkan benar oleh peserta yang kepayahan untuk menghemat tenaga. Salah satu jurus ampuh di dunia touring ~ nggandul’ dikeluarkan oleh sebagian peserta.

Makan siang dilakukan di sekitar km 60, dalam terik matahari yang panas. Selesai makan siang sebagian peserta memanfaatkan waktu untuk tidur. Tempat bukan masalah. Di bawah pohon pun jadi. Ditambah semilir angin lengkap sudah istirahat siang itu.

Edisi tanjakan masih berlanjut sampai elevasi menyentuh di angka sekitar 1000 mdpl. Berhenti lagi di tempat istirahat dengan pemandangan Gunung Merapi dan Gunung Singgalang di kejauhan. Yah, Bukittinggi tinggal sebentar lagi. Di sini bergabung beberapa pedalis dari Bukittinggi.

Ya, pedalku tidak salah tulis. Di Sumatra Barat juga memiliki Gunung Merapi ~ atau Gunung Marapi ~ sama seperti nama gunung di DI Yogyakarta. Memiliki ketinggian 2891 m dan termasuk gunung paling aktif di Sumatra.

Sementara itu Gunung Singgalang memiliki ketinggian 2877 m. Memiliki telaga di puncaknya yang merupakan bekas kawah ~ gunung ini sudah tidak aktif. Bahkan ada 2 telaga di puncak Gunung Singgalang, Telaga Dewi dan Telaga Kumbang.

Memasuki Bukittinggi wajah-wajah peserta berubah menjadi ceria. Bahkan begitu melihat Hotel The Hills tempat peserta menginap rombongan depan langsung masuk ke halaman. Padahal tujuan utama adalah Jam Gadang.

Jam Gadang - bulanmadu

Narsis di Jam Gadang membuat suasana di landmark Bukitinggi itu berubah menjadi meriah. Segala gaya dikeluarkan, baik sendiri maupun berkelompok. Sorangan atau bersama kereta (sepeda dalam bahasa setempat) masing-masing.

Setiba di The Hills, sebagian peserta merasa sudah finish. Tinggal sekali lagi. Namun perjalanan yang sudah begitu jauh dan lama membuat sehari seperti sudah menepi.

Jozlyn

Work hard, bike harder.

By riding a bicycle, I learn the contours of my country best, since i have to sweat up the hills and coast down them.

View all posts

Add comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Recent Comments