Setelah berkelana di seputar danau Poso, Alief El-Ichwan melanjutkan perjalanan ke Tana Toraja, salah satu tujuan eksotik di Bumi Sulawesi. Dari Tana Toraja, penjelajahan trans Sulawesi berlanjut dan berakhir di Makassar.

Pedalku.com – Setelah menginap sehari di kota Pendolo, kembali saya menemukan tanjakan yang cukup panjang ke arah kota Wotu. Namun lagi-lagi terbayar dengan turunan yang panjang pula. Satu kilometer dari perbatasan memasuki Kabupaten Luwu Timur, saya kembali menuntun sepeda.

Bersepeda dengan meluncur di jalan berkelok diantara rimbunan pepohonan hutan, bagaikan memasuki sebuah lorong. Sungguh mengasyikan. Bahkan ada kelokan dengan jalan berputar setengah lingkaran yang sangat nikmat dilalui. Saya tak mengira bakal lebih cepat tiba di kota Wotu. Lebih beruntung lagi, secara tak sengaja saya berkenalan dengan kang Kamal dan istrinya. Keduanya pituin ~ bahasa Sunda yang berarti asli ~ dari Cikajang, Garut yang telah bermukim selama 7 tahun di kota ini. Mereka mempersilahkan saya menginap di rumahnya.

Bukan hanya itu, malamnya kang Kamal mengajak jalan-jalan ke kota Mangkutana. Kota ini, sekitar 17 km sebelum memasuki kota Wotu namun situasinya lebih ramai. Saya baru tahu dari kang Kamal, bahwa kota Wotu masih dikuasai adat ~ sehingga suasana kota sulit untuk berkembang. Padahal kota Wotu merupakan perlintasan kendaraan dari dua arah ~ dari arah kota Malili atau kota Soroako.

Esoknya, saya melanjutkan perjalanan meski harus menunggu hujan reda ~ yang turun sejak subuh. Semalam pun terdengar guntur berdentuman begitu keras. Sekitar jam 8 lebih saya melanjutkan ke Palopo. Saya mengira hari itu, hari Minggu. Ternyata hari Senin (26/5). Duh, sudah lupa waktu.

Tentu saja, saya mengucapkan terimakasih atas kebaikan kang Kamal dan keluarganya. Sebelum berangkat, istrinya telah menyiapkan sarapan pagi berupa nasi goreng.

Jalan mendekati Tana Toraja hampir tak ada tanjakan. Dalam perjalanan menuju Tana Toraja itu saya sempat merendam kaki di kali kecil di kota Bone-Bone dan mengguyur tubuh di toilet SPBU di kota Masamba. Sinar matahari terus membayangi sepanjang jalan. Jalan datar terasa monoton, sehingga lebih melelahkan.

Tiba di kota Palopo menjelang senja. Saya pilih penginapan yang agak dekat ke arah Rantepao atau Tana Toraja. Dari perbincangan dengan warga, rute ke sana harus menaiki gunung. Rasanya, saya butuh sehari untuk pemulihan tenaga ~ selain harus mengurus ATM yang sempat bermasalah saat mengambil uang.

Tak salah, jika ingin ke kota Rantepao atau dikenal dengan Tana Toraja maka jalan yang harus ditempuh menaiki gunung. Rute yang dilalui berkelok-kelok sesuai kontur gunung.

“Ibu, apa ini bagian puncaknya dari jalan menuju ke Toraja?” tanya saya pada pemilik warung penjual oleh-oleh ketika beristirahat. Warung itu berseberangan dengan Rumah Makan Puncak. “Wah, ini sih puncak tengah, yang tadi bapak lewati itu puncak bawah, nanti di atas sana baru puncak paling atas,” kata si Ibu warung sambil menunjuk ke atas.

Jalan ke Toraja mulai menurun setelah kilometer 24 arah Rantepao atau di depan pos penjagaan hutan. “Hore di Toraja!” teriakku di turunan ketika kali pertama melihat rumah khas Toraja ~ rumah berbentuk melengkung seperti tanduk kerbau. Dindingnya kaya dengan ukiran ornamen klasik. Dalam hati, terselip rasa bangga bisa menyaksikan secara langsung salah satu kekayaan bangsa kita.

Masih cukup siang tiba di Rantepao, maka saya putuskan untuk beristirahat di Makale. Hari berikutnya, melanjutkan ke kota Enrekang dan Pare-pare sebelum berakhir di Makassar.

DSCN0907

Saya agak sedikit menyesal tak mampir ke Taman Nasional Bantimurung Bulusaruang ~ The Kingdom of Butterfly, julukan yang diberikan oleh Alfred Russel Wallace. Taman Nasional ini merupakan salah satu tujuan wisata yang menyuguhkan wisata alam berupa lembah bukit kapur yang curam dengan vegetasi tropis, air terjun, dan gua yang merupakan habitat beragam spesies, termasuk kupu-kupu. Arahnya menyimpang 11 km dari jalan menuju kota Makassar. Selain itu, sinar matahari yang terik mengurung saya ketika menjalani rute 154 Km terakhir. Rute terakhir sepanjang jalan trans Sulawesi yang berada dipinggir pantai itu terasa panas dan membosankan.

 

Foto dan cerita : Alief El-Ichwan.

Kontributor Netfit.id

Tertarik untuk berbagi cerita mengenai sports, lifestyle and happiness? Jangan segan untuk berbagi dengan yang lain.

Kirimkan saja artikelnya ke [email protected]

View all posts

Add comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Recent Comments