Pedalku.com – Sedang populernya, olah raga lari menyebabkan hampir setiap akhir pekan ada race lari. Para penggila lari pun memburu berbagai event tersebut. Banyak di antaranya sekedar berolah raga, sekedar mengikuti tren gaya hidup hingga para pemburu medali. Media sosial pun dipenuhi dengan berbagai foto-foto aksi mereka dengan berbagai gaya saat mereka mengikuti berbagai event.

Mereka yang cukup serius berlari biasanya memperhitungkan jeda dari satu race ke race lainnya. Setiap race diupayakan untuk memperbaiki catatan waktu terbaik alias personal best (PB). Sementara pelari hore yang asal senang dan bahagia tidak terlalu peduli soal itu, yang penting finish dan PB, yakni “photo banyak”.

Dalam program latihan marathon, 2 pekan  terakhir menjadi waktu yang penting dalam rangka mempertahankan sebuah high performance. Biasanya kondisi puncak tersebut didukung oleh potensi kinerja yang tinggi dan kecepatan pulih asal (recovery) yang cepat; koordinasi syaraf otot yang mendekati sempurna dan timbulnya overkompensasi.

Pada setiap rencana program latihan, 2 pekan terakhir itu terdapat satu tahap latihan, di mana satu strategi latihan berlangsung untuk mendapatkan penampilan prestasi puncak pada saat kompetisi, dinamakan dengan tapering.

Banyak pelari melakukan latihan keras sampai mendekati hari pelaksanaan lomba. Mereka tidak mau kehilangan waktu untuk berlatih karena khawatir menurun kondisi fisik. Bahkan, mereka takut kehilangan kebugarannya. Padahal kita mengetahui bahwa ”…. selama 3 minggu terakhir itu merupakan upaya penguatan, karena tingkat kebugaran yang ditandai dengan kapasitas aerobik tidak akan hilang…” (Medicine & Science in Sports & Exercise – June 2016).

Tapering secara sederhana, didefinisikan sebagai pengurangan beban latihan sebelum pertandingan. Sebagai upaya untuk mengurangi stres fisiologis dan psikologis dari latihan sehari-hari dan mengoptimalkan performa atlet (Mujika dan Padilla). Namun hal itu, bukan berarti beristirahat atau santai, tetap ada strategi program latihan dengan manipulasi intensitas, volume dan frekuensi yang dibuat sedemikian rupa.

Ada 4 komponen dalam menyusun strategi tapering, antara lain :

  1. Pengurangan beban latihan, dengan volume antara 40-60 persen. Durasi latihan juga berkurang.
  2. Lamanya periode tapering, pada latihan akhir berlangsung 8 – 14 hari
  3. Biasanya menggunakan pengurangan yang progresif dalam beban latihan.
  4. Perbaikan yang diharapkan antara 0.5 – 6 persen.

Intensitas

Ketika mengurangi volume dan frekuensi latihan dapat mempertahankan atau menaikan sedikit intensitas latihan.

Studi tentang latihan daya tahan, yang diberikan intensitas latihan <70% VO2 Max selama tapering cenderung mengakibatkan menurun performa. Sebaliknya dengan Intensitas >90% VO2max saat tapering cenderung meningkat. Intensitas latihan faktor kunci dalam mempertahakan adaptasi penampilan.

Demikian juga studi tentang latihan strength and power dengan mempertahankan intensitas dan menurunkan volume latihan akan meningkatkan kekuatan tetapi tidak untuk power. Untuk itu perlu mempertahankan intensitas latihan dan sesuaikan dengan beban kerja dengan memanipulasi volume dan frekuensi latihan.

 Volume

Ketika membuat taper dengan mengurangi volume latihan, pelatih harus memperhatikan beban latihan (volume dan Intensitas latihan), berkaitan seberapa besar dan seberapa lama taper berakhir.

Berdasarkan literature ilmiah, beban volume latihan yang diturunkan 50-90 persen pada olah raga renang, lari, bersepeda, triathlon, dan latihan penguatan  (strength training).

Frekuensi

Mengurangi frekuensi latihan adalah metode lain yang populer untuk mengurangi beban latihan selama tapering. Beberapa laporan penelitian mengurangi 50 persen frekuesi latihan pada pre-taper dapat meningkatan performance.

Berdasarkan hasil studi, adaptasi fisiologis dapat dipertahankan dengan menurunkan frekuensi latihan 30-50 persen untuk pelari terlatih. Akan tetapi disarankan untuk pelari terlatih tersebut memerlukan frekuensi yang besar untuk mempertahakan kemampuan berlari yang baik.

Satu temuan mengatakan bahwa, frekuensi latihan dipertahankan 80 persen atau lebih untuk menghasilkan performa optimal dan mempertahankan kemampuan berlari.

Bila kita menyimak salah satu contoh program latihan marathon bagi pemula adalah sbb. :

  1. Lama Program latihan: 16 Minggu
  2. Latihan per minggu: 4 hari istirahat, 3 hari berjalan
  3. Jarak tempuh per minggu: 20 – 60 km
  4. Jarak tempuh latihan: Mulai 10 km, puncak pada 35 km
  5. Kualitas Workouts: Strides , Marathon-Pace Runs (MP)

Di  satu pekan minggu terakhir akan dapat dilakukan program latihan sebagai berikut:

Pekan  ke : 16 >> Minggu (10-20 km); Senin (pemulihan); Selasa (fartlek/speed play 6-8 km), Rabu (pemulihan), Jumat (3-5 km); Sabtu (hari lomba)

Overkompensasi

Dengan pengaturan volume, intensitas dan pemulihan yang tepat high performance akan terwujud. Pemulihan menjadi salah satu kunci terjadinya overkompensasi. Tahap ini disebut juga tahap rebounding, yakni di mana selama masa istirahat (atau masa pemulihan tubuh), sumber-sumber energi biokemikal bukan saja diganti (dikompensasi), namun akan pula meningkat sampai melewati keadaan dan tingkat kondisi semula (initial level) .

Hal ini dimungkinkan dengan cara mengerahkan sumber-sumber cadangan energi yang ada dalam tubuh kita. Syarat agar terjadinya overkompensasi maksimal, hanya bisa dicapai kalau stimulus yang diberikan pada latihan cukup tinggi ( minimal 60 persendari kemampuan maksimal pelari).

Stimulus tersebut dilakukan secara teratur berupa rangkaian program seperti di atas, dan tidak dapat dilakukan tiba-tiba. Bila masa istirahatnya (atau waktu antara dua stimuli latihan) berlangsung lama, maka overkompensasi akan memudar bahkan menghilang sama sekali sehingga akan terjadi proses yang disebut involusi. (Bompa, 1994).

tapering

Setelah latihan dilakukan, organisme tubuh akan mengalami kelelahan (Fase I). Karena itu tubuh memerlukan istirahat (Fase II). Tubuh berusaha untuk pulih kembali (recover) dengan cara : mengisi kembali sumber-sumber energi yang telah kehabisan ‘bensin’ (depleted); memperbaiki kerusakan-kerusakan organisme tubuh (kalau ada) yang terjadi sewaktu latihan.

Fase istirahat ini disebut masa kompensasi, sumber-sumber biokimia itu tidak hanya diisi kembali sampai penuh, namun sampai melebihi normal. Adaptation effect ini disebut overkompensasi (Fase III). Jadi perbaikan performa itu adalah hasil recovery dan overkompensasi. Ini biasa juga disebut training effect.

Masa pulih asal, tahap ini termasuk pada masa overkompensasi. Terjadinya overkompensasi sangat bervariasi waktunya, sangat tergantung pada tipe dan intensitas latihannya serta kondisi atlit. Biasanya antara 6 s/d 26 jam untuk tercapainya overkompensasi.

Stimuli berlebih, kekuatan berbagai rangsang adalah penting, tetapi kalau melebih-lebihkan (overemphasize) pemberian intensitas stimuli maksimal, maka atlet akan mengalami kelelahan yang berlebih pula. Namun training effect yang amat berbeda akan terjadi apabila maksimal diselingi dengan stimulus latihan yang rendah.

"Abah" Agus Hermawan

Lebih dikenal dengan panggilan Abah USH, Agus Hermawan (++ Follow Me at Instagram - @abah_ush) yang lama menjadi jurnalis Kompas (1989-2019) adalah seorang penggiat luar ruang. Kesukannya mendaki gunung sejak muda, menjadikan olah tubuh sebagai kebutuhannya. Bersepeda dan lari menjadi pilihan kesenangannya mengisi hari. Sejumlah maraton sudah diselesaikannya, termasuk world majors marathon (WMM) Tokyo Marathon, Berlin Marathon dan Chicago Marathon.

View all posts

Add comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Recent Comments