pedalku.com – Seorang akademisi menyatakan bahwa aplikasi ponsel pintar semacam Strava dikritik membuat pedalis antisosial karena lebih fokus pada “musuh maya”-nya daripada teman seiringan atau sekomunitas.

Saya sendiri pernah keasyikan dengan aplikasi semacam Strava ini. Berburu badge atau piala seakan lebih penting daripada mengobrol atau memperhatikan teman segowesan.

Dalam sebuah kertas kerja yang dipaparkan dalam konferensi internasional Royal Geographical Society di London, Paul Barratt dari Staffordshire University, menunjukkan bahwa ketika pedalis berusaha menjadi yang tercepat pada segmen Strava hal ini berpotensi merugikan pedalis lainnya.

Alih-alih menikmati kayuhan bersama teman sekomunitas atau serombongan, mereka malah berkonsentrasi dan berkompetisi dengan musuh mayanya. Soalnya, hasil gowesan itu akan tampil di media sosial dan menunggu komentar di medsos seperti membangkitkan adrenalin.

Strava menjadi berbahaya ketika para pedalis yang berkelompok mulai memacu sepedanya pada segmen-segmen tertentu demi menjadi yang tercepat. Padahal, kemungkinan lalu lintas sedang ramai sehingga rawan kecelekaan.

Walau demikian, pencatat GPS daring seperti Strava dan kawan-kawannya, tetap menarik untuk mendorong pedalis mencapai latihan maksimumnya.

Jadi bagaimana kita memperoleh keseimbangan antara “kesenangan pribadi” memecahkan rekor dan memenangi segmen … dengan “kesenangan bersama” untuk bersepeda pada kecepatan “normal”? Atau dengan “kesadaran” untuk tetap “bersepeda dengan aman”?

Seorang member di forum sepeda cycling-id memberi beberapa catatan soal Strava dan kawan-kawan ini yang patut kita simak.

  • Sadari bahwa Strava dan kawan-kawannya hanyalah alat pemantau latihan, bukan tujuan yang sesungguhnya dalam bersepeda. Mari ingat tujuan kita bersepeda. Mau sehat, mencari teman, … dan semakin kuat. Dahulukan keselamatan. Fokus pada yang riil bukan yang virtual.
  • Ingatlah bahwa challenge di Strava dkk, hanyalah challenge virtual. Nikmatilah sambil bergembira. Kalau menginginkan challenge yang sesungguhnya … ikutilah lomba!
  • Gunakan Strava dkk. untuk mencari lebih banyak teman bersepeda yang saling menyemangati.
  • Banyak orang yang curang sekedar untuk mengacau di Strava dkk, atau sekedar untuk “narsis” … tapi mereka adalah “penipu diri sendiri”. Soalnya, walau mereka menang banyak challenge atau segmen sekalipun, kalau sebenarnya mereka tidak bertambah kuat dan hebat dalam bersepeda riil, apalah artinya? Tidak perlu curang untuk kelihatan hebat, lebih baik fokus pada perbaikan riil diri sendiri.
  • Hadapi orang-orang curang di Strava dkk, dengan santai. Toh cuma virtual. Hadiahnya juga cuma virtual badge.

Sekali lagi, gunakan Strava dkk. sebagai pemantau dan pendorong latihan. Bersepedalah dengan aman, cari teman sebanyaknya, berlatih dengan jujur, dan nikmati proses bersepedanya bukan sekedar finish atau rekornya.

Ada yang punya pengalaman menarik berkaitan dengan aplikasi Strava dkk. ini? Yuk diskusi…

GuSSur

Menghidupi setiap gerak dan mensyukuri setiap jejak.

View all posts

2 comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

  • Ya, gak juga bikin jadi Antisosial sih. Strava sangat membantu untuk melihat rekam jejak latihan kita dengan laporan berbentuk statistik yang menarik.

    Lewat statistik tersebut saya bisa belajar pola latihan yang sudah dilakukan, melihat kecepatan rata2, heart rate, cadence, dll

    Dan tetap asyik bareng komunitas kok, kan lihat hasilnya setelah gowes selesai hehehe

    • iya Om, tergantung individunya sih. Ini pengalaman di luar. Tapi sudah mulai beberapa terkena virus antisosial ini terutama pada pesepeda jalan raya. Itu pengamatan sementara saya lo … bukan hasil penelitian. Yang penting gunakan teknologi sebagaimana mestinya.

      Terima kasih Om komentarnya.

Recent Comments