pedalku.com – Apa rasanya lari bersama ribuan orang pelari di jalan selebar kurang dari 2 meter? Kita bukan saja mesti sabar dengan pace keong karena tidak mudah menembus para pelari yang baru mulai pace cimit-cimit. Di cuaca dengan kelembaban tinggi dan panas tubuhnya pelari sangat gerahlah yang didapat.

Derita tidak cukup di situ. Saat tiba di Water Station (WS) 1 di 3 kilometer pertama ternyata air hidrasi belum siap. Penjaga WS masih sibuk menuangkan air ke cup plastik sementara pelari menumpuk kehausan. Ketidaksiapan pos hidrasi juga masih terjadi di WS 2. Bahkan, beberapa peserta yang kehausan meminum langsung air dari botol-botol besar air mineral. Kesal dan membuat hilang mood!

Entah apa yang terjadi Mandiri Jogja Maratahon 2018 yang berlangsung Minggu (15 April 2018) di sekitaran Candi Prambanan Jogjakarta. Ekpektasi pelari atas hajatan yang sukses tahun lalu itu, kali ini meleset. Sejumlah peserta seperti terekam di Instagram @mandiri_jogmar  pun meluapkan kekesalannya.

Berikut komentar beberapa peserta :

“Menurut pengamatanku sbg peserta HM : 1. Track race terlalu sempit untuk Even Internasional dengan ribuan peserta (juga jalanan yg tll berkerikil/berbatu gede2 resiko kaki mudah terkilir) 2. Arah lari peserta setiap kali dilewatkan ke sawah.. (sayangnya gersang) dan SELALU menghadap Timur..peserta serasa dipanggang idup2 😂 wkwkwk Lol 3. Kesigapan Tim Medis kurang..spray selalu abis & antrian makin panjang..emang mo ditkrn u
4. Kesigapan Tim WS sangat kurang…air saja berebut di WS1..belum lg pisang sampe di KM13 abis.. 5. Thanks buat KLATEN RUNNES yg sdh memvolenteer kan dirinya..bahkan saat pisang habis eh ada semangka
6. Sponge hrs nya dingin bkn sih??” komentar akun @ferdyceplok

Sementara @afriniadini menuliskan komentarnya “Hai jujur tahun lalu buatku you are the best race lah. Sampai aku kalo ditanya gmn eventmu tahun lalu selalu aku blg bagus bgt. Worth it utk diikuti. Tp utk tahun ini so sorry to say seperti kamu terlena atas kesuksesan tahun lalu sehingga tahun ini bnr2 jauh sekali dgn tahun sebelumnya. Aku tahun ini mencoba HM krn aku berkaca dr kesuksesanmu tahun lalu. Tp ternyata harapanku FAILED. Memang medalimu aku akui salah satu medal terbaik tetapi tertutup oleh banyaknya hal2 yg harus kamu koreksi”.

Pedalku yang menjadi salah satu peserta Mandiri Jogmar 2018 sejak awal sudah mencium “akan ada apa-apa” ketika pukul 04.45 masih terdengar musik pemanasan. Padahal seharusnya gun time sudah menyalak seperti dijadwalkan.

Sempitnya jalan di kawasan wisata Candi Prambanan tempat start berawal ternyata berlanjut hingga ke rute selanjutnya. Ruang mulai agak longgar selepas 7 kilometeran pertama. Tidak mudah membuat rute yang nyaman dan aman seperti yang diinginkan pelari.

Rute yang ternyata memasuki jalan raya, sempat ditutup akan tetapi di sejumlah ruas kendaraan masih bisa lewat. Panitia sudah mencoba membuat jalur lari dengan memasang traffic cone. Namun lebar lajur yang mereka buat terlalu sempit, hanya seperempat dari luas jalan sekitar 5-6 meteran itu.

Bahkan peserta juga sempat memasuki jalanan rusak, berlubang-lubang dan berkerikil yang membuat pelari tidak nyaman dan ekstra hati-hati. Pemerintah setempat mestinya diajak kerja sama untuk memperbaiki jalan tersebut sebelum pelaksanaan lomba mengingat citra pariwisata setempat juga.

Secara umum rute Jogmar 2018 sebenarnya menarik, banyak melewati sawah-sawah dan perkampungan, lengkap dengan tanjakan-tanjakan halus. Akan tetapi teriknya hari itu dengan arah pelari melawan mencorongnya sinar matahari membuat peserta tidak sepenuhnya menikmatinya. Apalagi ketersediaan air dan isotonik yang disajikan begitu saja, tidak dingin membuat pelari merasa di-PHP alias diberi harapan palsu. “Baru kali ini merasakan air isotonic hangat. Sponge juga udah kecil-kecil ukurannya, enggak pakai es pula,” ujar seorang pelari.

WS Asli parahnya minum sampai rebutan dan ngambil pisang dalam kardus sendiri… Kesenian daerah sepertinya tidak dipersiapkan dengan maksimal,” komentar @werry3782

Photo Banyak

Sejumlah peserta mulai terhibur ketika rute mulai memasuki kawasan wisata Candi Prambanan dan lebih memilih photo banyak (PB) dengan latar belakang sejumlah candi. Panitia juga sudah berusaha menyajikan sejumlah kesenian tradisional di sejumlah lokasi seperti jatilan, badhui, karawitan, hadroh, reog, gejog lesung, barongan, hingga keroncong. Namun mereka hanya hadir seperti layaknya sebuah tanggapan panggung saja kurang berinteraksi dengan peserta.

Ke depannya, panitia perlu lebih merangkul akamsi (“anak kampung sini”) atau warga setempat agar lebih menyambut para pelari yang melewati kampung mereka. Kan enggak enak, pelari lewat kampung mereka sementara warga mereka terkesan biasa saja.

Mandiri Jogja Marathon juga untuk tahun ini mencoba menerapkan cut of time lebih ketat, per enam kilometer. COT di enam kilometer pertama adalah 1 jam setelah gun time, dan berturut-turut COT 2 jam (12 km) dan seterusnya.

Jika Mandiri Jogmar dimaksudkan sebagai marathon wisata (eco tourism) sepertinya kebijakan ketat tersebut menjadi tidak bersahabat bagi para pelari hore yang ingin menikmati wisata sambil menikmati pemandangan di sekitaran Prambanan.

Bagaimanapun, Mandiri Jogja Marathon adalah salah satu maraton yang harus dipertahankan keberadaannya. Namun ke depannya, pelaksanaannya harus semakin meningkat lebih baik bukan turun kelas dibandingkan tahun lalu seperti penilaian sejumlah peserta. Lagi pula Mandiri sebagai race owner, tentu mengharapkan event-nya menjadi event yang sangat berkesan bagi pesertanya. Kesan lainnya, cukuplah, di Jakarta Marathon.

Indonesia membutuhkan event-event maraton yang baik untuk semakin mengundang para pelari-wisatawan lokal maupun mancanegara dan memberi manfaat buat kita semua.

Boleh pada nyesel ikut jogmar tp jangan bosen main ke jogjakartaku tercinta ya guys 💜,” tulis @maryantengiteng

Review:
* Race Central ***
* Rute Lari **
* Pos Hidrasi **
* Refreshment ***
* Marshal ***
* Pengamanan ***
* Medik **
* Medali ****
* Jersey **
* RPC ***
* Keterlibatan warga **

(* biasa, ** cukup, *** bagus **** bagus sekali ***** sempurna)

"Abah" Agus Hermawan

Lebih dikenal dengan panggilan Abah USH, Agus Hermawan (++ Follow Me at Instagram - @abah_ush) yang lama menjadi jurnalis Kompas (1989-2019) adalah seorang penggiat luar ruang. Kesukannya mendaki gunung sejak muda, menjadikan olah tubuh sebagai kebutuhannya. Bersepeda dan lari menjadi pilihan kesenangannya mengisi hari. Sejumlah maraton sudah diselesaikannya, termasuk world majors marathon (WMM) Tokyo Marathon, Berlin Marathon dan Chicago Marathon.

View all posts

Add comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Recent Comments