Pedalku.com –  Tanjakan, pengawalan dan peserta dimanjakan menjadi ciri event sepeda khusus sepeda lipat ini, Seli Challenge Cirebon-Bandung (Seli Ceban) sudah mencuri perhatian sejak diluncurkan saat syukuran Jelajah Lintas Nusa  (JLN) beberapa bulan lalu. 50 voucher diskon pendaftaran yang disiapkan oleh panitia langsung ludes diserbu tamu udangan. 

“Saya minta empat ya?” kata Tante Yoke yang memang rajin ikut gowes bareng dengan teman-teman di Jelajah Kompas Bike Community ini. Dan benar, bukan hanya empat, Tante Yoke dan temen-temen dari Kelapa Gading Bike (KGB) datang ke acara Seli Ceban dengan satu mobil elf.

Seli Ceban adalah gowes sehari Cirebon Bandung dengan sepeda lipat. Event ini adalah gelaran pertama Jelajah Lintas Nusa (JLN). 

JLN sendiri adalah sebuah event organizer (EO) yang diawaki para mantan karyawan Kompas yang memang punya hobi olahraga luar ruang seperti sepeda, lari, mendaki dll. Merekalah yang selama ini berada di balik  sejumlah event sepeda yang digelar Kompas, termasuk Jelajah Sepeda Kompas maupun Kompas Bike.

Nah sebagai event perdana, menggelar Seli Ceban yang ternyata mendapat sambutan dari para goweser, khususnya di kalangan Kompas Bike Community. 

Dan benar, keseruan ini mulai terasa di Hotel Onos, Cirebon tempat sebagian peserta menginap dan tepat diselenggerakan pengambilan race pack collection. 

Beberapa peserta yang datang dengan membawa banyak cerita seru. Bukan hanya cerita pengalaman gowes bareng, tetapi juga cerita pengalaman mereka eksplore kuliner dan tempat wisata di Cirebon.

Ya, meski bendera start Seli Ceban baru dikibarkan Sabtu pagi, tapi banyak yang sudah berangkat sejak Kamis malam agar bisa menikmati kuliner dan tempat wisata kota Cirebon. “Jangan hanya gowes Cirebon- Bandung, nikmati juga kuliner dan tempat wisatanya,” kata Jannes Eudes Wawa, ketua panitia Seli Ceban saat mengenalkan event ini.

Bahkan 12 peserta seli Ceban ada yang gowes dari Jakarta, Kamis. Tapi berhubung di Jakarta hujan sejak pagi, maka mereka memilih start gowes dari Cikampek. Meski gowes dari Jakarta rombongan ini masih bisa menikmati kuliner dan wisata di Goa Sunyarogi dll. Beragam sepeda lipat dari berbagai merek pun hadir dalam ajang Seli Ceban ini, dari mulai Brompton yang lagi naik daun, Dahon si legenda, hingga berbagai pabrikan lain seperti F-hon, Element, Tern hingga London Taxi. “Groupsetnya belum sempat di-upgrade. Untung sadelnya udah Brooks jadi nyaman, enggak baal (kebas),” kata Rudy Romansyah si penunggang London Taxi.

 Lancar Berkat Pengawalan

Rute Cirebon – Bandung yang dulu dikenal sebagai jalur tengkorak ternyata sangat nyaman digowesin. Ya, peran besar dari polisi yang mengatur sepanjang perjalanan tak bisa dipungkiri. 

Sejak keluar dari kota Cirebon kayuhan para peserta nyaris tanpa hambatan. Kalau toh mereka harus berebut dengan kendaraan lain, ketika menanjak di Cadas Pangeran dan masuk kota Bandung. Ya, maklum, peserta masuk Bandung pas Malam Minggu.

Kekhawatiran panitia saat peserta harus menembus persimpangan Cileunyi yang sedang ada pembangunan juga bisa terselesaikan dengan baik.

Bila mengikuti rute normal, maka para peserta akan gowes memutar dan berebut jalan dengan kendaraan lain. 

Berkat koordinasi anatara Polda Jabar, Polres Sumedang dan Polres Bandung, peserta Seli Ceban bisa lewat contra flow dan tak perlu harus menembus kemacaten di simpang Cileunyi.

Peserta Dimanjakan

Event Seli Ceban diikuti oleh berbagai kalangan. Baik yang sudah biasa gowes jauh maupun yang masih dikategorikan newbie di kalangan para petualang sepeda. Jadi jarak 148 km dengan rute yang cenderung menanjak agak mustahil bisa diselesaikan sampai menjelang petang. Sejak awal event Jelajah memang dimaksudkan agar semua peserta menikmati perjalanannya dan menikmati pengalaman berbeda. Jadi walaupun menempuh rute tanjakan-tanjakan halus sejak keluar Kota Udang itu hingga tanjakan manja Cadas Pangeran, peserta harus happy dan nyaman. 

Itu sebabnya, ada  skenario evakuasi, agar perjalanan ini bisa sesuai rencana. Pilihannya adalah menjelang makan siang. Panitia pun dari awal mengingatkan, bila peserta sampai kecamatan Tomo, Sumedang sudah jam 11.00 siang lewat, maka harus rela dievakuasi dengan kendaraan yang sudah disiapkan.

Dan memang benar, rombongan pertama seli Ceban yang tiba di Kecamatan Tomo sudah hampir jam 11.00 siang. Mau enggak mau semua peserta harus rela naik angkot ke restoran Kampoeng Ladang yang lokasinya di atas bukit.

Sebenarnya, rute Tomo hingga Kampoeng Ladang sangat memanjakan mata. Kiri kanan jalan banyak sawah yang sedang menghijau  dengan konsep terasering seperti di Majalengka. 

Hanya saja, rute yang menanjak dengan jarak sekitar 30-an km tak memungkinkan untuk digowes dalam kurun waktu satu jam. Apalagi untuk menuju restoran ini harus mennajak sagat ekstrim.

Ragam Tanggapan Positif

Nah bagaimana tanggapan para peserta atas event ini. Dalam postingan di IG  Om Yuni Wibowo, salah satu peerta Seli Ceban mengaku bahwa enggak terbayang bisa gowes Cirebon – Bandung. 

Saat masih di SMP dan MSM dulu, Om  Yuni Wibowo sangat akrab jalur Cirebon-Bandung lantaran sering bolak-balik -Bandung Cirebon. Bahkan ia hapal betul tikungan, tanjakan, rumah makan, penjual tahu Sumedang hingga ikon-ikon jalur ini yang menjadi tanda masuk Sumedang. 

Dan ternyata gowes Cirebon – Bandung ternyata menjadi cita-cita sejak kecil kecil  Om Yuni. “Terima kasih tim panitia sudah mewujudkan cita-cita saya. Sudah melayani para pegowes di jalan bak raja.”

Sementara Om Asep mengaku bangga bisa gowes bersama pegowes-pegowes tanggung di event Seli Ceban ini. “Event yang luar biasa dan memberikan kesan yang susah dilupakan.”

Lain lagi kesan Om Harry. Pelangan peserta event sepeda Kompas Bike ini mengaku penyelenggaraan Seli Ceban sangat apik, pemilihan jalur yang seru dan sangat menguras tenaga, skenario evak sebelum makan yang tepat agar bisa menikmati tanjakan Cadas Pangeran dan peserta bisa finish sesuai jadwal.

Om Zulkarnain menilai kegiatan Seli Ceban penuh dengan persaudaraan, seperti motto yang sudah banyak dikenal di kalangan goweser. “Satu sepeda sejuta saudara.” 

Para peserta juga memberi apresiasi positif untuk para Marshall. Seperti yang disampaikan dr. Maya  dan Tante Mauren. “Terima kasih Om Sony, Om Handoko, Om Yusri  yang rela mendorong saya di km 20 terakhir karena sudah enggak konsen gowes karena kaki dah perih.”

Sedangkan Tante Mauren yang mengaku masih newbie ini merasa tak sedirian mencumbu tanjakan Cadas Pangeran lantaran selalu dikawal oleh Marshall Om Grady.

Tapi tak ada gading yang tak retak. Meski banyak tanggapan positif, event ini perlu disempurnakan. Salah satunya, keterlambatan pisang dan air karena mobil masih kejabak macet ketika peserta finish di Paris Van Java.  

Sampai Jumpa di event Jelajah Sembilan Candi.

Cak Kris

Ketika masih jadi buruh di media, menulis sepeda dan lari hanya jadi penyeimbang kehidupannya. Kini keduanya jadi menu utama kegiatan menulis selepas subuhan.

View all posts

Add comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Recent Comments